Senin, 04 Januari 2010

Seblang Banyuwangi


Ritual Seblang adalah salah satu ritual masyarakat Using yang hanya dapat dijumpai di dua desa dalam lingkungan kecamatan Glagah, Banyuwangi,yakni desa Bakungan dan Olihsari. Ritual ini dilaksanakan untukkeperluan bersih desa dan tolak bala, agar desa tetap dalam keadaanaman dan tentram. Ritual ini sama seperti ritual Sintren di wilayah Cirebon, Jaran Kepang, dan Sanghyang di Pulau Bali.
Penyelenggaraan tari Seblang di dua desa tersebut juga berbeda waktunya, di desa Olihsari diselenggarakan satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di desa Bakungan yang bersebelahan, diselenggarakan seminggu setelah Idul Adha.
Para penarinya dipilih secara supranatural oleh dukunsetempat, dan biasanya penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya. Di desa Olihsari, penarinya haruslah gadis yangbelum akil baliq, sedangkan di Bakungan, penarinya haruslah wanita berusia 50 tahun ke atas yang telah mati haid (menopause).
Tari Seblang ini sebenarnya merupakan tradisi yang sangat tua, hingga sulit dilacak asal usul dimulainya. Namun, catatan sejarahmenunjukkan bahwa Seblang pertama yang diketahui adalah Semi, yang juga menjadi pelopor tari Gandrung wanita pertama (meninggal tahun 1973).Setelah sembuh dari sakitnya, maka nazar ibunya (Mak Midah atau MakMilah) pun harus dipenuhi, Semi akhirnya dijadikan seblang dalam usiakanak-kanaknya hingga setelah menginjak remaja mulai menjadi penariGandrung.
Tari Seblang ini dimulai dengan upacara yang dibuka oleh sang dukundesa atau pawang. Sang penari ditutup matanya oleh para ibu-ibu yangberada dibelakangnya, sambil memegang tempeh (nampan bamboo). Sangdukun mengasapi sang penari dengan asap dupa sambil membaca mantera.Setelah sang penari kesurupan (taksadarkan diri atau kejiman dalamistilah lokal), dengan tanda jatuhnya tempeh tadi, maka pertunjukan pundimulai. Si seblang yang sudah kejiman tadi menari dengan gerakanmonoton, mata terpejam dan mengikuti arah sang pawang atau dukun sertairama gendhing yang dimainkan. Kadang juga berkeliling desa sambilmenari. Setelah beberapa lama menari, kemudian si seblang melemparselendang yang digulung ke arah penonton, penonton yang terkenaselendang tersebut harus mau menari bersama si Seblang. Jika tidak,maka dia akan dikejar-kejar oleh Seblang sampai mau menari.
Musik pengiring Seblang hanya terdiri dari satu buah kendang, satu buah kempul atau gong dan dua buah saron. Sedangkan di Olihsari ditambah dengan biola sebagai penambah efek musikal.
Dari segi busana, penari Seblang di Olihsari dan Bakungan mempunyai sedikit perbedaan, khususnya pada bagian omprok atau mahkota.
Pada penari Seblang di desa Olihsari, omprok biasanya terbuat daripelepah pisang yang disuwir-suwir hingga menutupi sebagian wajahpenari, sedangkan bagian atasnya diberi bunga-bunga segar yang biasanyadiambil dari kebun atau area sekitar pemakaman, dan ditambah dengan sebuah kaca kecil yang ditaruh di bagian tengah omprok.
Pada penari seblang wilayah Bakungan, omprok yang dipakai sangatmenyerupai omprok yang dipakai dalam pertunjukan Gandrung, hanya sajabahan yang dipakai terbuat dari pelepah pisang dan dihiasi bunga-bungasegar meski tidak sebanyak penari seblang di Olihsari. Disamping unsuremistik, ritual Seblang ini juga memberikan hiburan bagi para pengunjungmaupun warga setempat, dimana banyak adegan-adegan lucu yangditampilkan oleh sang penari seblang ini.

Pelet Jaran Goyang




Ketemu mung sepisan sing ono ati paran-paran
bengine gok isun kepikiran sing biso turu gelibegan
hahaha......... konon ceritanya yang seperti ini adalah dialami oleh korban yang
terkena aji pelet jaran goyang.

Sabtu, 19 Desember 2009

Sejarah Hari Jadi Banyuwangi



18 Desember 1771, merupakan momentum dari sekian banyak perjalanan sejarah Blambangan yang pernah berlaku di Banyuwangi,Perang Puputan Bayu merupakan tonggak kemenangan rakyat Blambangan dalam usaha melawan penjajahan Belanda di bumi Blambangan.Perlawanan tidak hanya di Bayu tetepi juga di beberapa tempat di pantai Grajakan,di Luh pangpang,di Banyu alit,blimbing sari,Banjar,Gambiran,di Temuguruh dan di Candi Gading Tirta Arum.
Sehingga Kompeni Belanda mendatangkan bantuan dari Batavia,Semarang,Mataram,Pasuruan, Surabaya dan dari Madura.Sejumlah bantuan dari pesisir utara Jawa itu, di namakan pasukan “ DRAGONDERS’ yang artinya pasukan penghancur.Pasukan itu di persiapkan menyerang pertahanan Bayu dari dua arah yaitu Songgon dan Susukan.
Perang Bayu 18 Desember 1771, di catat oleh belanda sebagai ‘De Dramatishe verni tiging het companies leger” suatu peristiwa dramatis tentang kehancuran kompeni yang sangat memalukan. Sebab dalam peperangan itu sejumlah perwira Belanda berguguran mantara lain Mayjend Coulmand, Brigjend Boisshouvel ,Letkol Imhof, Kapten Reigers,Kopral Hendrick dan ratusan pasukan Alap-alap dari Madura yang di pimpin oleh Letnan Montro.
Sedang lascar Blambangan yang di pimpin Rampeg Jagapati yang di sebut oleh Belanda “Psedo Willis” yaiti titisan wong Agung Willis ,merupakan pasukan yang sering menjebak pasukan kompeni masuk songgak,jurang yang di pasangi tusukan duri. Laskar perempuan yang di pimpin Sayu Wiwit,merupakan pasukan yang sering menyelinap di hutan dan muncul dengan perisaii daun keluwe bersenjatakan tulup yang beracun.
Manifestasi hari jadi Banyuwangi tanggal 18 Desember ,bukan hari jadi suatu Nama,bukan pula hari jadi suatu pemukiman atau hari jadi sebuah kota yang di tetapkan statusnya sebagai ibu kota, tetapi hari jadi yang punya Momentum dalam perjuanganya, sehingga melahirkan sejumlah tokoh yang menjadi kebangggaan rakyat Banyuwangi dengan harapan bias mengembangkan Banyuwangi sebagai Pelangi Timur yang memancarkan warna-warni budaya Nusantara